Rabu, 08 Januari 2014

Aku Memanggilmu "AYAH"

Image
Engkaulah nafasku, yang menjaga di dalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik.

Kau selalu ada di sampingku di saat aku harus melawan kerasnya dunia ini, kau selalu menjagaku tanpa lelah. Sekalipun aku sering membuatmu sedih dan terluka atas kelakuanku, sekalipun aku tak bisa kau banggakan seperti teman-temanmu yang membanggakan anaknya yang cerdas kau tetap menyayangiku. Kau tetap memaafkanku Ayah.
Kau mengajari aku untuk selalu sabar menghadapi kerasnya dunia, untuk selalu lunak kepada mereka yang mencela. Memasukkan segala pujian ke dalam tong sampah dan memasukkan segala cacian, makian, dan celaan ke dalam bejana emas.
Kau selalu bilang padaku bahwa aku harus selalu belajar dari celaan dan makian itu, karena mereka yang bisa menilai aku. Bukan diriku sendiri. Tak harus sakit hati karena celaan itu, karena mereka yang menjadi guru, guru yang mengajari kita untuk memperbaiki diri agar lebih baik lagi.
“Tak perlu berubah karena orang lain menginginkan kita seperti itu, tak perlu berubah hanya karena seseorang yang kau sukai. Tapi berubahlah untuk membuat dirimu tersenyum di kemudian hari, tersenyum karena kau sukses dan bisa dengan berhasil membuat Ayah dan Ibu bangga.”
Pesanmu yang selalu ku ingat.
“Jadilah yang lebih dari Ayah dan Ibu, jadilah orang yang di hormati dan di pandang orang lain, anakmu bisa dengan bangga menyebutmu Ibu karena kau bisa dengan berhasil mencukupi hidupnya. Tak seperti ayah yang belum sepenuhnya bisa memenuhi inginmu, belum bisa memanjakanmu seperti anak-anak lain. Saat mereka berlibur keluarga, Ayah harus bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga.”
Ia selalu menasehatiku seperti itu, agar aku kuat dan agar aku punya semangat.
“Tak perlu kau cemaskan Ayah, kau harus makan yang cukup, belajar dengan rajin. Biar soal uang ayah yang memikirkannya. Kau hanya perlu bersekolah dengan baik, jangan menangis saat ayah jatuh sakit. ayah hanya lelah dan ingin istirahat, kau harus tetap maju dan mencapai cita-citamu. Esok pagi ayah pasti telah sembuh.”
Saat aku menangis tersedu karena nasehat dan tutur katanya tersebut, ia mengelus pundakku pelan tanda kasih sayang.
“Kau yang terbaik nak, banggalah menjadi dirimu sendiri.. Jangan terpengaruh lingkunganmu” ia menasehatiku dengan suara lemah yang berwibawa.
Ayah, kau selalu ajarkan aku menjadi yang terbaik, meskipun kenyataannya aku belum bisa menjadi yang kau mau. Menjadi yang kau inginkan, aku belum bisa meringankan bebanmu. Siang hari yang panas kau harus mengais rezeki demi aku. Maafkan aku yang sering mengecewakanmu karena nilaiku buruk, maaf membuatmu mengelus dada karena aku menjadi anak yang tak patuh padamu dan sering membuatmu sedih. Maafkan aku ayah.
***
Kau tak pernah lelah, sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah
Kau tak pernah lelah mengarungi teriknya matahari demi sesuap nasi, terimakasih sudah merawatku hingga saat ini. Membiarkanku hidup dengan layak, membiarkanku hidup dengan limpahan kasih sayangmu Ayah.
Terimakasih tak pernah mengeluh dan menyesal karena kau memiliki anak yang tak berguna seperti aku. Rasa terimakasihku tak cukup untuk menggambarkan seberapa besar sayangku untukmu ayah, rasa terimakasihku tak dapat mengganti seberapa besar kau berkorban untuk aku. Saat tubuh tuamu yang seharusnya beristirahat, kau masih bekerja demi aku. Demi sekolahku. Demi hidupku. Terimakasih ayah. Kau yang terbaik.
Kau berikan aku segalanya yang terindah, aku bersyukur bisa hidup dengan layak seperti ini. Kau berikan yang aku butuhkan, kau ajari aku hidup dengan kesederhanaanmu.
“Maafkan ayah nak, hidup kita seperti ini. Tak bisa seperti temanmu yang lain, mendapat kemewahan dan hal yang bagus-bagus. Maaf atas ketidakmampuan ayah memberimu hal yang bagus dan bisa kau banggakan. Maaf atas keterbatasan ayah memberimu fasilitas yang tak mewah. Maafkan ayah nak.” Kau berucap dengan nada lemah.
Sebenarnya seperti ini aku sudah merasa berkecukupan, asal ayah dan ibu menyayangiku dengan sepenuh hati ayah dan ibu. Makan bersama, berkumpul dan tertawa itu sudah sangat cukup untuk aku. Karena yang aku butuhkan adalah pelukan dan kasih sayangmu saat aku terluka, saat aku terjatuh, saat aku tak sanggup lagi hadapi liku dan kerasnya duniaku.
Hanya kasihmu yang membuatku kuat, yang membuatku kembali berdiri tegap meskipun sebenarnya aku tak mampu. Karena engkau yang memberiku semangat itu, memberiku motivasi untuk tetap berdiri.
Terimakasih telah menguatkan aku di tengah lemahnya hatiku., lemahnya jiwaku. Kau selalu menemaniku dan merawatku saat aku sakit, mengobati lukaku saat aku terjatuh. Dengan sabar engkau mengompres keningku saat aku demam, tak tertidur demi menjagaku. Mengawasiku dari jauh saat aku bepergian, dan membimbingku saat aku tak tau jalan pulang.
Terimakasih ayah dan ibu kau selalu memberiku nasihat, memberiku bimbingan tentang pentingnya sopan santun dan tata krama. Tentang bagaimana bersikap terhadap orang lain. Sehingga moralku tak terkikis seiring berjalannya waktu. Terimakasih ayah & ibu
***

Aku hanya memanggilmu ayah, disaatku kehilangan arah
Aku hanya mengingatmu Ayah, jika aku tlah jauh darimu

Saat aku kehilangan arah jalan pulang, aku memanggilmu. Di tengah hujan lebat kau sempatkan untuk menjemputku, tak peduli seberapa jauh jarakmu untuk sampai di tempat ku tersesat. Sekalipun kau sedang tak enak badan, kau tetap membelah hujan demi aku, demi putrimu agar dapat sampai di rumah dengan baik-baik saja.
“Kau tak apa nak? Maafkan ayah agak lambat dan membuatmu menunggu, hujan membuat penglihatan ayah yang tua ini sedikit kabur.”
Ia masih sempat mengucapkan, kata-kata yang membuat aku trenyuh. Terimakasih ayah kau sudah datang, itu saja sudah lebih dari cukup. Tak per;u kau datang dengan cepat, karena aku akan tetap menunggumu dengan sabar.
Terimakasih kau sudah bersedia menjemputku dan melawan derasnya hujan, melawan ganasnya titik air hujan yang akan membuat kulitmu sakit saat mengenainya. Maafkan aku ayah, aku selalu merepotkanmu.
Maafkan aku ayah aku selalu merengek memintamu melakukan hal yang aku mau, membelikanku sesuatu yang aku butuhkan yang membuatmu sedikit kesulitan. Meskipun begitu kau tetap melakukannya, mengusahakannya siang dan malam membanting tulang agar kau bisa memenuhi keinginanku, agar aku bisa merasa lebih baik padahal keadaanmu buruk, kau tak memepedulikan kondisimu dan terus berkata “ayah baik-baik saja nak, jangan khawatirkan ayah”.
Saat engkau terbaring sakit, aku hanya bisa menangis memperhatikanmu. Yang bisa aku lakukan hanya mendoakanmu agar kau bisa sembuh dan baik-baik saja. Bisa bercanda dan tertawa lagi seperti biasanya.
Hatiku pilu dan sakit melihatmu menutupi kondisi dirimu agar tak membuat aku khawatir, ayah aku tak apa jika kau ber terus terang. Aku akan baik-baik saja, aku akan merawatmu sebaik mungkin, semaksimal yang aku bisa. Karena kau juga tak kenal lelah membelikanku obat dan vitamin saat aku masih sehat maupu telah sakit.
Terimakasih atas semua kasihmu, kasih yang tak akan pernah bisa aku balas, kasih yang tak akan pernah lekang oleh waktu.
Aku selalu mengingatmu di manapun aku berada, saat aku jauh darimu. Saat aku berada di luar jangkauanmu, kau selalu menghubungiku. Menanyakan bagaimana kabarku, sudah makankah aku, sudah sholatkah aku. Sedangkan kau sendiri tak memperhatikan kondisimu,
Kadang kau menahan lapar saat aku mengajakmu bicara, demi mendengarkan aku kau sungkan untuk mengatakannya. Padahal ayah, aku mendengarnya dengan sangat jelas suara kelutukan perutmu yang berbunyi karena lapar.
Kau tak perlu melakukan itu ayah, aku akan mengerti keadaanmu, bagaimana dirimu tanpa harus mengorbankan dirimu, mengorbankan kesehatanmu.
Karena yang terpenting di atas semuanya bukanlah materi. Yang aku butuhkan untuk tetap bahagia, kuat, tegar, dan tertawa.
Bukan semua materi itu yang akan membuatku merasakan surga, tapi bimbinganmu, kasih sayangmu, ajaran-ajaran agama yang engkau tanamkan di diriku. Dan itu yang membuaku selalu merasa bersyukur atas limpahan sayangmu.
Terimakasih kau tanamkan jauh dihatiku rasa sayang, ketegaran, kekuatan, rasa sabar, kegigihan yang tak kenal putus asa.
Terimakasih kau selalu kuatkan aku, selalu menjadi yang aku inginkan, sekarang, besok,dan sampai akhir nanti kau tetaplah yang terbaik ayah.
Terimakasih telah menjadi pahlawan dalam hidupku, jasamu sungguh besar dalam kehidupanku. Jasa-jasa yang hanya dapat ku balas dengan do’a. Ayah, aku berjanji kan buatmu bangga suatu saat nanti. Kau akan menangis bahagia karena aku, putrimu telah bertumbuh sesuai yang kau inginkan.
This Story are Created By : ALIF VIANA FURRY AGATA
Inspirated by : Seventeen’s song “Ayah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar