Senin, 13 Januari 2014

TRAGEDY - By Aliviana



 If you could envision
The meaning of a tragedy 
You might be surprised to hear it’s you and me
 When it comes down to it
You never made the most of it
So I cry cry cried but now I say goodbye
And I wont be made a fool of…
Don’t call this love

Siluet sinar matahari masuk melalui celah jendela yang tak tertutupi gorden di kamar bernuansa biru laut milik gadis yang kini masih terbaring di ranjangnya dengan keadaan berantakan, ia mengerang pelan dan terbangun dari tidur lelapnya. Rambutnya acak-acakan, matanya berkantung akibat menangis semalaman.
Paginya tak seindah kemarin, tidak setelah ia melihat semuanya di ruang osis. Hal yang membuatnya hancur berantakan, harapannya pupus. Ia telah jatuh di hati yag salah, hati yang awalnya ia pikir hanya miliknya ternyata milik orang lain juga. Gadis itu mendesah pelan sambil mengacak rambutnya dengan frustasi, Keyla  benar-benar malas melakukan apapun pagi ini. Ia melamun membayangkan apa yang terjadi kemarin siang di ruang osis sekolahnya yang sudah sepi karena sekolah telah usai beberapa jam yang lalu, buku catatan Key ketinggalan di ruangan itu saat ia menghadiri rapat bulanan osis. Ia pikir hanya ada dia dan beberapa petugas sekolah yang masih tinggal tetapi perkiraannya salah besar, ia mendengar kekehan halus yang sangat ia kenal dan suara tawa gadis yang tiba-tiba hilang. Key penasaran tentang siapa orang  yang ada disana, ia memberanikan diri untuk mengintip dari pintu yang sedikit terkuak dan dalam sekejap jantungnya serasa berhenti, hatinya terasa remuk. Sangat-sangat remuk.
Yair Tinokid Danor, orang yang benar-benar ia cintai dan sangat ia percayai berciuman dengan Sandra, musuh besarnya. Kakinya tiba-tiba melemas, hatinya serasa ditumpahi ribuan beling yang seketika membuatnya terluka dan berdarah. Ia tak peduli lagi dengan buku catatannya, yang ia fikirkan saat ini hanyalah bagaimana cara ia keluar dari kesakitan itu. Ia berlari sekencang  yang ia bisa menyusuri koridor berharap ia bisa cepat sampai di kamarnya dan menangis sekeras-kerasnya. ‘harusnya aku tau aku tak pantas untuknya’. Bahunya bergetar membayangkan kenyataan itu, air matanya jatuh bebas melalui pipi mulusnya, ia menangis. Lagi.
Gadis itu masih menangis sampai ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk, awalnya ia tak berminat mengangkat telepon itu, tapi suaranya benar-benar mengganggu. Akhirnya ia bangkit dan melihat nama ‘Valentine’ di layar ponselnya, ia menekan slide dengan satu gerakan dan mulai terdengar suara cerewet di sebrang sana “Key apa kau gila, lihat ini sudah hampir pukul setengah delapan. Kelas akan di mulai 15menit lagi tapi kenapa kau tak juga menampakkan batang hidungmu di kelas ini. Oh God bayang---“ suara Valent terputus oleh decakan Key yang kesal dengan ulah sahabatnya ini “Valentine Mc.Pattie bisakah kau diam. Aku sakit, tolong izinkan aku kepada guru piket dan jangan ganggu aku dulu, aku ingin istirahat. Bye” jawab Key dengan cepat menutup teleponnya sebelum Vally mengoceh lebih panjang lagi, ya Key lebih suka memanggil gadis itu dengan sebutan ‘Vally’ karena menurutnya itu lebih mudah.
             ***

Valentine berdecak kesal karena Key semena-mena mematikan teleponnya begitu saja dan tak membiarkan dirinya untuk berbicara terlebih dahulu. “holy shit” gadis itu mengumpat pelan sebelum duduk di bangkunya dengan kesal dan menghempaskan tasnya di meja begitu saja.
Bel pulang berbunyi dengan nyaring yag seketika membuat seisi kelas berteriak riuh ‘akhirnya penyiksaan ini berakhir’ batin Valentine, ini jam terakhir yang membosankan dengan pelajaran matematika yang ia bahkan tak mengerti apa gunanya sin, cos, tan, dan logaritma. ‘Kupikir kita tidak perlu membayar suatu belanjaan dengan menghitung berapa Cos α  terlebih dahulu, itu haya akan membuat semuanya semakin rumit’
Valentine mengemasi buku-bukunya dan berlalu keluar kelas dengan langkah yang lebar, ia akan menjenguk Key kerumahnya siang ini, awalnya ia akan mengajak Yair tapi ia mengurungkan niatnya karena ia berfikir bahwa Yair pasti sudah ada di rumah Key dan menyuapinya bubur saat ini  “Ah itu membuatku iri, tahukah kau Key” ia bergumam pelan menanggapi spekulasi yang di hasilkan oleh kepalanya sendiri.
Sesampainya di rumah Key ia berbincang sebentar dengan mama-nya Key dan beranjak naik ke kamar Key berada. Ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu dan mendapati Key melamun, namun ia tersentak pelan ketika melihat Valentine masuk.
“Hey apa yang terjadi Key, kurasa kau benar-benar… buruk” tanpa pikir panjang Valetine langsung duduk di sisi ranjang dimana Keyla duduk. Gadis itu mendesah berat lalu menjawab pertanyaan Valentine dengan nada bergetar, Key  mengingat semuanya, kejadian itu lagi, kejadian yang terus berputar di otaknya dan membuatnya terlihat  sangat lemah sekalipun dia adalah gadis yang kuat dan periang. Key menjelaskan semuanya, semua hal yang ia lihat dan semua yang ia rasakan. Air matanya jatuh bebas dan menetes ke bedcover yang Key duduki. Ia tak bisa menanggung beban ini sendiri, terlalu berat. Sakit.
“Apa salahku sehingga orang yang benar-benar aku sayangi bermain di belakangku, bahkan dengan musuh bebuyutanku sendiri. Bagaimana bisa? Tuhan aku tau engkau maha adil.. tapi… bisakah kau sisakan sedikit saja kebahagiaan untukku? Cukup dengan semua ini, aku sudah banyak kehilangan orang yang aku sayang, Dad, Pamella, dan sekarang apa? Kenapa harus dia, kenapa  Tuhan.” Keyla bergumam lagi. Kali ini Valentine memeluknya dengan erat, membuatnya lebih merasa  tenang.
“Tak apa Key, mungkin dia bukan untukmu, Tuhan sudah siapkan yang lebih baik. Yair brengsek, bisa-bisanya ia melaluka hal itu. Lihat saja dia pasti akan menyesal melakukan semua itu padamu Key. Yang kau butuhkan hanyalah tetap berdiri dan lebih kuat lagi,  jangan terlihat lemah seperti ini. Dia akan senang  jika kau terlihat menderita karenanya. Kau kuat Key, kau hebat. Tunjukkan itu, dimana Keyla Anastasia Maxwell yang aku kenal ? kau selalu memberiku wejangan layaknya pertapa tua yang dipenuhi dengan kata-kata bijak di dalam otaknya. Lalu kenapa kau seperti ini. Ternyata aku benar-benar bodoh mendengarkan kata-kata bijakmu yang asal itu.”  Valentine menyemangati Keyla sembari mengelus rambut Key yang berantakan, nyatanya Valentine sedikit membantu karena Key terkekeh ketika mendengar akhir dari ucapan sahabatnya itu.
“heey jangan meledekku Vally, kata-kata itu memang benar. Nyatanya kau percaya dan itu membuatmu lebih baik” Sahut Key sambil menonjok pelan bahu Valentine pelan. Akhirnya Key tersenyum –lagi- “tapi ngomong-ngomong terimakasih Vall, jika kau tak disini mungkin aku masih menangis bodoh. Kau benar, aku kuat dan itu tak akan membuatku jatuh. Aku memang mencintainya tapi untung saja Tuhan tunjukkan semuanya.” Lanjut Key lagi.
“Tak apa Key, sama-sama. Kau juga selalu ada untukku saat aku sedih, jadi itulah gunanya sahabat” Jawab Valentine sambil terseyum manis, mereka berpelukan lagi.
***
When did you decide I didn’t have enough to buy
Forgive and forget you a thousand times
For the fire and the sleepless nights
And I wont be made a fool of…
Don’t call this love
Paginya aku berangkat ke sekolah seperti biasa, setidaknya aku bisa sedikit lupa tentang sedihku karena Vally, Yair beberapa kali mengirimiku pesan singkat semalam namun tak aku gubris. Aku lebih memilih tidur daripada memikirkannya lagi, aku sudah sangat berniat untuk membuag semua kenangan tentang laki-laki menyebalkan itu.
Aku duduk di bench taman belakang sekolah sambil membawa jus tomat dan beberapa snack, setidaknya suasana disini lebih baik daripada  mendengarkan suara kelas yang gaduh akibat beberapa jam lalu dan kedepannya akan kosong karena ada rapat guru. Aku menghela nafas berat saat mengingat biasanya aku disini akan menghabiskan waktu istirahat ataupun jam kosong bersama Yair. ‘semua sudah berakhir Key, lupakan dia. Dia tak berguna’ aku menyentakkan kepalaku agar tak mengingatnya lagi. Tapi tepukan di bahuku terlalu menarik untuk membuatku tidak menoleh untuk mengetahui siapa orang yang telah melakukannya.
“Yair” gumamku pelan setelah melihat siapa orang yang menepukku. Jantungku berdetak lebih cepat, aku membeku di tempatku. Entahlah, separuh hatiku membencinya tapi bagian yang lain meronta untuk tetap menyayanginya. Gejolak ini membuatku benar-benar bingung dan pucat.
“Kenapa tak balas pesanku nona manis?” Yair mencium pipiku dengan kilat dan merangkulku  dari samping.     Aku  duduk berdua sekarang.
Aku menegang setelah Yair menciumku dan kini laki-laki itu merangkulku ‘hah apa lagi ini’ aku membatin dengan kesal, benar-benar menyebalkan. Bisa-bisanya dia seperti ini setelah semua yang dia lakukan, Tuhan haruskah aku memukulnya untuk membuatnya sadar. Aku berdecak kesal lalu melepaskan pelukan Yair yang ada di pundakku, kini emosiku berubah. Hah aku baru sadar ternyata aku benar-benar labil.
“untuk apa kau kesini, dan kenapa kau menciumku seperti itu. Beraninya kau” omelku dengan ketus, entah kenapa raut mukanya langsung berubah shock. Apa-apaan ini.
“hey kau ini kenapa sayang? Apa kau sedang dapat jatah bulanan sampai kau marah-marah seperti ini?” tanyanya dengan belagak bodoh.
“hah kau membuatku muak”  jawabku yang langsung berdiri hendak pergi meninggalkannya, namun terlambat tangan Yair sudah lebih dulu menahanku.
“ada apa? Aku tak mengerti, kenapa kau seperti ini? Kumohon, jelaskan!” pintanya dengan nada tegas yang memerintah.
“lelucon bodoh apa ini? Kau benar-benar membuatku muak Mr. Danor. Sekarang lepaskan aku, dan buang jauh-jauh muka sok polosmu itu. Aku yakin kau mengerti apa alasan aku begini. Dan mungkin lebih baik semua ini di akhiri.” Aku menyentakkan tanganku dan muali berjalan meninggalkannya.
Aku baru akan sampai di dekat danau sisi taman yang sekaligus merupakan jalan yang harus ku lewati untuk menuju pintu masuk ke sekolah, tapi langkahku terhenti karena ada yang memelukku dari belakang. ‘lily’ ya aku kenal aroma ini, sangat mengenalnya. Yair.
“apa maksudmu Key, kumohon jangan seperti ini. Sungguh ini tidak lucu” ucap Yair di bahuku
“Aku sedang tidak melucu, lebih baik lepaskan aku dan pergilah dengan gadismu yang lain. Mungkin mereka sedang  menunggumu dengan cemas karena kau tak juga datang ke pelukan mereka. Tentu saja kau tak membutuhkan gadis bodoh dan jelek seperti aku. Aku tahu dan sadar tentang itu. Aku sepenuhnya tahu diri siapa kau dan siapa aku. Kau ketua osis di sekolah ini, dan lihat siapa aku? Kau populer sedangkan aku hanyalah kutu buku. Lupakan aku, lupakan semuanya, ini semua berakhir. Dan semoga kau bahagia bersama Sandra”  aku mengungkapkan semua hal yang ada di otakku dengan lancar tetapi suaraku serak, aku harus segera pergi sebelum air mata sialan itu jatuh lagi dan dia melihatnya. Tuhan sejujurnya ini menyakitkan.
***
Aku terpaku di tempatku, Key melepaskan tanganku yang melingkar di perutnya dengan keras dan langsung berlalu pergi. Entah kenapa hatiku benar-benar sakit, seperti ada ribuan jarum yang menusuknya dengan keras. Tuhan aku tak pernah menginginkan perpisahan ini, aku bahkan tidak tahu kenapa  dia sampai memutuskan aku secara sepihak begini. Aku benar-benar tak mau melepaskannya, bahkan membayangkan ini saja aku takut.
 Ini mimpi buruk, Tuhan bangunkan aku sakarang. Aku tak bisa. Kakiku melemas seperti tulang-tulangnya lolos dan aku bahkan tak mampu menahan badanku sendiri. Aku terduduk di samping danau dimana ia mengakhiri hubungan kami, ya hubunganku dengan Keyla.
Tak sadar air mataku menetes membasahi pipiku. Dad selalu memberitahuku sewaktu aku menangis saat kecil karena terjatuh “l aki-laki tak boleh menangis nak, kau tak boleh cengeng’. Tapi aku menangis saat ini, aku sadar sekarang. Ternyata duniaku berpusat padanya sepenuhnya. Dan sekarang aku kehilangan duniaku, aku tak tahu harus apa. Bebanku benar-benar berat kali ini dad, maafkan aku jika aku menangis. Aku ingin berhenti namun entah kenapa cairan itu keluar sendiri.
Ini sudah terhitung 5 hari setelah perpisahan itu, aku selalu menelponnya dan mengiriminya pesan namun tak ada satupun yang terjawab. Bahkan aku tak pernah melihatnya meskipun aku tahu dia masuk ke sekolah. Setiap kali aku bertanya ke Vally tentang Key, ia selalu menjawab dengan ketus dan tak memberitahuku sedikitpun tentangnya. Aku mengacak rambutku dengan frustasi karena tak juga menemukannya.
Aku memutuskan untuk duduk di bench taman belakang sekolah karena aku tak tahu harus menemukannya di mana lagi. Aku masih  asik berkutat dengan lamunanku sebelum mataku tertuju pada satu hal yang ampuh membuatku lebih hancur lagi.
 Itu Key, dia sedang berjalan dengan laki-laki berambut pirang dan bermata biru cerah. Niall, ya aku mengenalnya, dia Niall Horan teman se kelas Key yang cukup pintar dan dekat dengannya, aku sering bertemu dengannya jika sedang mengantar Key ke perpustakaan. Apakah itu yang membuat Key memilih lepas dariku  apa karena laki-laki itu? Tapi kenapa? Aku mengenal betul bagaimana Keyla, sangat mengenalnya. Ia tak mungkin melakukan hal itu.
 Tapi kenyataan di depanku telah membuktikan semuanya. Apalagi melihat Key bisa tertawa dan terlihat nyaman bersamanya.
Duniaku benar-benar runtuh sekarang.
***
Ya ini hari ke 5 setelah semuanya benar-benar berakhir, setelah aku mengakhirinya. Aku ingin melupakannya, namun entah kenapa semakin keras aku melupakannya, semakin keras itu pula aku tak bisa melakukannya. Bahkan kini aku merindukannya, merindukan pelukannya, merindukan bagaimana dia tertawa, merindukan bagaimana ia mencium pipiku dan membuat wajahku seperti tomat, dan aku rindu…aku…. Aku merindukan semuanya. Tuhan, kenapa ini?
Dan selama 5 hari ini aku menghindarinya, sepenuhnya menghindarinya. Karena aku tidak sanggup melihat mata itu lagi, mata yang selalu menatapku dengan lembut dan penuh sayang. Yang terakhir kali kulihat, mata itu menatapku sendu dan berkaca-kaca. Terakhir kali saat aku memutuskan semuanya. Entah dia terluka atau justru bahagia.
Dia sering menelpon dan mengirimiku pesan namun tak pernah ku jawab, tahukah kau itu hanya membuatku semakin merindukanmu, itu bisa membuatku gagal untuk melupakanmu bodoh.
Aku selalu ke perpustakaan karena aku bisa merasa lebih tenang, aku tak bisa lagi kesana, tepatya tak sanggup karena taman itu kini terlihat menyakitkan untukku. ­
Kadang aku membaca buku atau melihat-lihat saja, selalu ada Niall juga disana. Aku mengobrol dan banyak bercerita tentang novel-novel bagus yang pernah ku baca atau tentang pelajaran yang sangat ku sukai hingga yang sangat ku benci. Laki-laki itu membuatku nyaman, kadang aku bisa sedikit lupa tentang luka itu dan bisa kembali tertawa. Dia orang ke dua setelah Vally yang bisa membuatku bergembira, dan merupakan laki-laki pertama yang bisa melakukan itu. Entah kenapa setelah perpisahan itu, aku seolah lupa bagaimana rasanya bahagia dan bagaimana caranya  tertawa.
 Senyumnya selalu menjadi embun penyejuk pengobat luka saat aku sedih. Tapi kini malah dia yang membuatku terluka, jika bahkan dia satu-satunya obat yang ku butuhkan, apakah aku tak akan bisa sembuh Tuhan?
Aku mencoba membuka hatiku untuk orang lain, errmm Niall tepatnya. Tapi bayangan Yair tak pernah lepas dari otakku, setiap hal yang ku kerjakan pada akhirnya aku hanya akan mengingat dia. Aku sadar dia pusat duniaku. Dan sekarang aku akan mencoba untuk mengalihkannya meskipun itu sulit.
“Hey apa yang kau lakukan baby girl?” Niall menepuk bahuku yang sontak membuatku kaget “wow kau kaget rupanya, maafkan aku” lanjutnya lagi.
“ehmm tak apa, aku hanya…aku.. tidak jadi” jawabku dengan ragu dan terbata
“kau ini kenapa sih? Kau bisa bercerita jika kau mau Key. Aku akan siap mendengarkannya” ucap Niall lagi, aku baru akan membuka mulutku untuk berbicara tetapi aku mengurungkannya kembali saat aku melihat di seberang sana ada seseorang yang sangat kurindukan, seseorang yang baru saja aku fikirkan. Yair. Caranya melihatku berbeda, dia… kesakitan. Aku baru akan berdiri dan beranjak pergi tetapi dia lebih dulu sampai di hadapanku dan menggenggam tanganku, refleks aku berdiri saat ia menarik tanganku.
“aku pinjam dia sebentar, boy” ucapnya pada Niall dan langsung membawaku pergi.
Aku masuk ke mobilnya setelah ia membukakan pintu untukku, tangannya masih memegang tanganku itulah kenapa aku tidak lari walaupun sejujurnya aku sangat-sangat ingin melakukannya. Dia langsung masuk dan duduk di kursi kemudi, dia menjalankan mobilnya dengan pelan dan tenang. Tak ada percakapan di antara kami, aku hanya sibuk menatapi pemandangan di luar jendela dan sibuk dengan fikiranku sendiri dan dia juga sibuk mengemudikan mobil. For the God shake, ini adalah hal yang paling membuatku canggung selama aku hidup.
***
Entah apa yang aku fikirkan hingga aku bisa menariknya menjauh dari Niall, aku benar-benar kehabisan akal. Aku ingin semua ini jelas.
Aku membukakan pintu mobilku dan secara otomatis dia masuk, aku menutup pintunya dan berlari kecil menuju pintu kemudi. Aku melajukan mobilku menuju hutan kecil di pinggir kota yag indah dan cukup terawat, disana tempat pertamakali aku mengucapkan perasaanku pada Key dulu dan tempat itu selalu menjadi kenangan untuk aku dan Key. Meskipun taman belakang  sekolah juga menyenangkan tapi entah kenapa tempat itu begitu menyakitkan untukku sekarang, setelah semua itu.
Akhirnya kita sampai, aku menepikan mobilku dan memarkirkannya di tempat yang aman. Aku membukakan pintu untuknya lalu menariknya dengan pelan ke bawah pohon oak yang tepat berada di sisi sungai kecil, airnya sangat jernih, berwarna biru cerah akibat pantulan langit yang ada di atasnya dan ada beberapa  batu yang cukup besar  di sungai itu, jadi kita bisa duduk di atasnya dan merendamkan kaki ke sungai, well itu adalah hal yang sering ku lakukan bersamanya, hatiku kembali terasa nyeri mengingat semua itu. Sejujurnya aku takut jika kesimpulan dari semua ini nanti adalah ‘berakhir’. Aku meringis membayangkan semua itu.
“Ayo duduk Key” Ucapku sembari menatapnya. Mata itu, mata yang selalu ku rindukan dan tempat satu-satunya yang bisa kusebut rumah.
“Ada apa lagi” Jawabnya dengan ketus dan duduk dengan pelan di sampingku.
“Aku hanya…ingin….semua ini….jelas” Ucapku ragu
Dia agak tersentak dan entah kenapa ekspresi wajahnya seperti kesakitan, ia menggigit bibir bawahnya dan mengerjapkan matanya sebentar lalu berbicara “Semuanya sudah jelas, bukan?”
“Tidak, kau tak menjelaskan apapun Key. Apakah… apakah karena laki-laki itu kau—” ucapanku menggantung karena sejujurnya aku tak mengerti aku harus mengungkapkannya bagaimana. Ini rumit.
Dia langsung menoleh ketika aku mengucapkan itu, raut mukanya berubah terkejut “Apa yang kau maksudkan Mr. Danor? Kau menuduhku selingkuh ha? Ini semua tak ada sangkut pautnya dengan dia. Ini semua berakhir karena dirimu, karena ulahmu.” Ucapnya dengan nada kesal
“Ulahku?” aku mengulangi pernyataannya dengan heran, apa maksudnya ini. Dan seketika aku mengingat dia pernah menyinggung nama Sandra, iya Sandra. Apa mungkin—
“Ya, aku hanya mengikuti permainanmu Yair. Dan sekarang aku lelah, aku lelah berada di sampingmu. Aku lelah selalu terluka. Aku hanya ingin berhenti dan keluar dari permainan ini. Semuanya berakhir dan kau menang.” Dia menghela nafas panjang seolah-olah dia benar-benar kelelahan.
“Tapi mengapa, kau pernah menyinggung soal Sandra kan sebelumnya. Ada apa?” aku bertanya dengan raut bingung.
“Hell, kau ini pura-pura atau benar-benar tak mengerti sih?” sahutnya kesal
“Aku tak mengerti, sungguh” aku merengkuh wajahnya agar ia menatapku, sungguh aku merindukannya. Aku ingin memeluknya saat ini juga, tapi entahlah apa aku bisa.
Dia menghela nafas sejenak “Kau dan Sandra, ya aku melihatnya Yair. Semuanya, di ruangan Osis siang itu. Aku—” ia tidak melanjutkan kata-katanya dan nada suaranya melemah, sebutir air mata jatuh bebas ke pipinya. Dia menangis, aku tidak pernah suka ini.
“Sssshh jangan menangis sayang” aku mengusap air mata yang jatuh ke pipinya dengan jempolku “Di ruangan osis, apa maksud— oh ya Tuhan, aku ingat itu. Aku tidak melakukannya dengan sengaja Key, dia yang menciumku duluan dan jika kau melihat semuanya kau tak seharusnya seperti ini” jelasku
***
“Sssshh jangan menangis sayang” dia mengusap air mata yang jatuh ke pipiku dengan jempolnya “Di ruangan osis, apa maksud— oh ya Tuhan, aku ingat itu. Aku tidak melakukannya dengan sengaja Key, dia yang menciumku duluan dan jika kau melihat semuanya kau tak seharusnya seperti ini” dia menjelaskan dengan sabar
Harusnya aku tak seperti ini jika aku melihat semuanya? Apa maksudnya,
“Maksudmu?” aku menaikkan sebelah alisku dan memberanikan diri untuk menatapnya.
“Aku mendorongnya Key, aku marah. Harusnya dia tau aku kekasihmu tapi dengan bodohnya dia menciumku—” Ada kilatan amarah di dalam matanya “Kau salah paham” lanjutnya lagi.
“Sudahlah Za –panggilan Key untuk Yair- mungkin sudah jalannya harus begini. Aku terlanjur sakit. Entahlah, aku tak bisa percaya apapun lagi. Aku hanya… aku—” aku tak bisa melanjutkan kata-kataku, tenggorokanku benar-benar serak. Aku tak bisa lagi menahan air mata itu, aku menangis di depannya. Aku benar-benar ingin berlari sejauh mungkin saat ini. Sungguh, melihatnya hanya membuatku semakin sakit lagi. Aku menundukkan wajahku, bahuku bergerak naik turun karena aku berusaha menahan tangis itu.
Dia langsung memelukku, membuat wajahku menempel di dadanya. Aku rindu ini, pelukan ini. Air mataku semakin tumpah dan membasahi baju seragam bagian depan Yair.
“Apa yang kau bicarakan hah, aku sungguh… Key aku sangat mencintaimu, kumohon jangan seperti ini. Aku tak bisa, tak akan pernah bisa” dia berucap dengan suara serak.
“Mungkin ini sudah takdirnya, kau dan aku tak bisa jadi kita lagi” aku mendongakkan kepalaku untuk menatapnya, dan sebutir air mata jatuh di pipi kanannya ‘kau membuatnya menangis Key’ hati kecilku berkata.
“Kita bisa, kau salah paham Key. Kumohon mengertilah, aku akan—” ucapannya terhenti ketika aku mencium pipi kanannya dengan cepat. Aku hanya ingin semua ini cepat  selesai, aku tak bisa berdebat lebih lama lagi. Ini menyakitkan.
“Yair, aku sadar siapa diriku dan siapa dirimu. Kau adalah ketua osis sekaligus kapten tim basket sekolah sedangkan aku hanyalah gadis kutu buku biasa, gadis kecil gendut yang hanya bisa menangis saat lollypop-ku di ambil oleh gerombolan anak nakal . Tak seperti Sandra, dia selalu bisa melawan mereka dan terlihat kuat. Dia juga kapten cheers serta wakil ketua osis, wakilmu—” aku masih menatapnya
“Key” dia mendesis pelan
“Dan harusnya dari dulu aku sadar aku tak pernah pantas untukmu, kau terlalu populer. Kau bisa dapatkan gadis manapun yang kau mau, kau hebat, tampan, dan kau punya segalanya. Dan aku baru sadar bahkan tak ada waktumu yang tersisa hanya untuk sekedar bercanda denganku Za, kau tak seperti dulu—”
“Key kumohon” dia berucap dengan nada bergetar sambil meremas baju depannya, tepat di bagian dada.
“Kau bukan Yair yang ku kenal, aku sudah kehilangan dirimu sejak lama. Kau sibuk dengan dirimu dan rutinitasmu dan aku lelah harus menunggu. Aku… aku tidak sanggup berada di sampingmu lagi Za. Aku lelah” hatiku terasa di sengat listrik bertegangan tinggi, aku kesakitan. Aku tidak baik-baik saja sekarang. Tapi setidaknya aku sudah lega bisa mengucapkan semua ini. Aku sadar aku akan kehilangannya, sahabat sekaligus orang yang aku cintai selama hampir 4 tahun ini. Dia sahabatku sejak SD dan mungkin akan berakhir saat aku SMA, saat ini.
Kami berkutat dengan fikiran kami masing-masing sampai ada suara nyaring yang meneriakkan  nama Yair membuat kami tersadar.
“Yair, kenapa kau meninggalkanku di sekolah. Aku mencarimu kemana-mana sayang” jlebb, lengkaplah sudah. Sandra bergelayut manja di lengan Yair. Benarkan, mata dan telingaku masih normal, dia baru saja memanggil Yair dengan sebutan ‘sayang’
Aku muak, benar-benar muak. “Oke, mungkin aku mengganggu disini. Baiklah sampai jumpa, dan semoga harimu menyenangkan. Selamat atas semuanya” Aku berkata dengan nada sok kuat dan ketus, sesaat setelah aku mengucapkan itu aku langsung berlari menjauh. Air bening sialan itu kembali jatuh saat aku lari.
Samar-samar terdengar suara Yair meneriaki namaku, tapi aku tak perduli. Yang aku inginkan saat ini hanyalah pulang dan memeluk mom. Itu saja.
***
“Key.. Key.. Keyla” Aku berteriak mengejarnya yang berlari  menjauh, Sandra sialan itu tiba-tiba muncul saat aku baru saja ingin meminta maaf pada Key. Dia mengacaukan semuanya, dan bertingkah seolah-olah aku kekasihnya. Wanita itu benar-benar membuatku marah.
Jarakku dengan Keyla sudah dekat tetapi tiba-tiba dia melambaikkan tangannya dan masuk ke sebuah taxi berwarna kuning. Oh shit! Umpatku dalam hati. Aku berlari lagi menuju tempatku memarkirkan mobil, oh Tuhan kenapa ini terasa jauh sekali.
Aku melajukan mobilku dengan kencang berusaha mengejar taxi tersebut, tapi hasilnya nihil. Aku sama sekali tak melihat taxi itu sedari tadi.
***
Why did you feel the need to prove that everyone was right…
No I… wont fight!
‘Kau tak perlu jelaskan apapun Za, nyatanya hatiku terlampau sulit menerimamu lagi. Aku jelas percaya pada mataku, itu semua yang ku lihat dan itu pula yang terjadi.’ Batinku perih. Aku kembali menyandarkan kepalaku ke sandaran kursi malas yang ku duduki sekarang, aku menatap pemandangan kebun belakang rumah yang indah namun tak sedikitpun membuatku tertarik karena hanya tubuhku yang ada disini, tidak dengan fikiranku.
“aku mendorongnya Key, aku marah. Harusnya dia tau aku kekasihmu tapi dengan bodohnya dia menciumku, kau salah paham”  kata-kata yang di ucapkan Yair itu terus terngiang di kepalaku, membuatnya serasa ingin meledak. God, aku ingin melupakannya tapi kenapa baru saja aku bisa tertawa, kau buat air mata itu datang lagi. Aku sungguh lelah menangis seperti ini.
Dia hanya Yair kan? Tapi kenapa dia bisa memberi efek pada hidupku sebesar ini? Apa karena aku telah terbiasa dengannya sejak kecil, apa karena dia yang selalu ada dan melindungiku saat anak-anak nakal itu menggangguku?
“Arghhhh” Aku mengerang sambil menjambak rambutku sendiri karena frustasi. Sudahlah semua sudah berlalu jangan fikirkan itu lagi Key “YOU HAVE TO MOVE ON KEYLA” aku menyemangati diriku sendiri. Ku ayunkan kursi malas itu sambil menghirup udara sore yang segar di kebun itu dan melihat bunga-bunga yang di tanam tukang kebunku tumbuh dengan baik dan subur. Apalagi mawar merah yang sedang merekah itu, aromanya sangat wangi dan kelopaknya cantik. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri melihat tanaman-tanaman itu sedang berbunga dan terlihat indah, ternyata tukang kebun itu benar-benar berjasa merawat pekarangan rumahku.
Pagi ini aku berangkat bersama Vally ke sekolah, dia menjemputku tadi karena supirku sedang mengantar Mom ke rumah Aunty Selly pagi-pagi sekali untuk acara pelepasan putra Aunt Selly ke Jerman, sayang aku harus sekolah.
“Eh Key, apa pendapatmu tentang Evans?” tanya Vally tiba-tiba
“Wow girl, ada apa ini. Kenapa matamu berbinar seperti itu menanyakan tentang Evans —aaa jangan-jangan kamu suka ya sama dia? Ngaku dehh Vall. haha” Jawabku dengan kerlingan geli.
“Aku.. aku.. ermm well aku sedikit tertarik padanya. Kau tau dia itu cukup menyenangkan dan juga lumayan pintar, tidak kalah dengan Mr. Horan-mu itu” Vally tiba-tiba membalikkan perkataanku, apa maksudnya dengan ‘Horan-ku’ memangnya dia fikir aku mempunyai hubungan apa dengan Niall, jelas-jelas dia tahu aku baru saja berkabung karena Yair.
“Hell Vall, don’t you know I’ve lost someone just now? Did you think it’s easy to forget him and get the new ones? You’re stupid if you think like that!” Jawabku dengan tatapan jengah.
Perdebatan bodoh itu terus berlanjut hingga kami sampai di sekolahan, Vally baru menyerah setelah aku menonjok bahunya dan melotot kepadanya. Dia benar-benar menyebalkan pagi ini, kami sampai di sekolah pukul 07.00 am, jadi masih ada 30 menit untuk waktu sarapan. Mom tak memasak apapun tadi, sedangkan Vally menjemputku pagi-pagi buta. Huh perutku benar-benar sedang demo saat ini.
Aku melangkahkan kakiku menuju Cafetaria bersama Vally, kebetulan suasana masih pagi dan kami memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu.
Pagi ini kelas pertamaku adalah kelas seni musik, aku duduk di bangku nomor 2 dari belakang. Aku langsung duduk dan membenamkan kepalaku di atas meja, entah kenapa aku merasa lelah padahal tak melakukan apapun.
Aku mendengar seseorang menghempaskan tasnya di meja sampingku, aku tak tertarik untuk menoleh kesamping dan kembali melanjutkan lamunanaku. Baru saja aku ingin  terlelap saat kurasakan ada tangan yang menepuk bahuku dengan lembut.
“Hei bangun Ms. Evelyn sudah datang” Suara lembut itu menelusup ketelingaku,  aku mengenal suara ini. Ya aku mengenalnya. Sangat.
Tiba-tiba aku menegang, jantungku berdegup lebih kencang. Sial. Semoga saja bukan Yair yang di sampingku, tapi harapanku sangatlah kecil karena itu sudah jelas suaranya. Aku malah semakin tak berniat untuk berbalik. Dulu memang aku suka saat aku bisa satu kelas atau bahkan satu bangku dengannya, tapi kali ini sudah berbeda cerita. Tuhan aku lebih memilih lari marathon 2 kali putaran daripada berada disini seperti orang bodoh selama 2 jam kedepan. Ini benar-benar membuatku canggung.
“Ms Maxwell, apa kau baik-baik saja hmm?” Kali ini suaranya perempuan, God Shake! Jangan bilang ini suara Ms. Evelyn, aku bisa berakhir memalukan jika membuatnya geram. Semoga mood-nya baik hari ini tuhan.
Aku menolehkan kepalaku dengan pelan ke arah kiri, yang pertama kulihat adalah wajah laki-laki bermbut hitam kecoklatan di sampingku, dia melihatku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Persetan dengan itu. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke Ms. Evelyn, aku tersenyum kikuk kepadanya karena sejujurnya aku bingung dengan apa yang harus ku jelaskan. Jika berterus terang bahwa aku baru saja tidur, itu sama saja menggali liang kuburku sendiri.
“Eee….errm aku, aku baik Miss, hanya saja—” Omonganku menggantung.
“Dia tidak sarapan pagi ini, mungkin karena itu ia terlihat lesu” Yair memotong dengan cepat. Nah bagus, kali ini aku berterimakasih padamu Za.
“Jadi, kau ingin melanjutkan pelajaranku atau mendapatkan sarapan terlebih dahulu Ms. Maxwell?” Tanya Ms. Eve dengan menaikkan sebelah alisnya.
“Sebaiknya aku ikut pelajaran saja Miss” aku menjawab dengan cepat . Aku benar-benar lega sekarang, setidaknya aku tidak harus menyanyi dengan lagu yang di ganti huruf vocal’nya di depan kelas. Itu sungguh memalukan.
Hell, kenapa 2 jam terasa lama sekali. Aku benar-benar tak tau harus apa disini. Memebeku dan berperang dengan pikiranku sendiri. Aku benar-benar tidak tahu arggh ini menyebalkan. Tanpa sadar aku mengepalkan tanganku hingga buku jariku memutih dan kuku jariku yang lumayan panjang menacap kokoh pada daging telapak tanganku dan bahkan aku tak merasa kesakitan. Pikiran bodoh ini membuatku benar-benar kesal.
“Hey apa yang kau lakukan, hentikan Key. Kau bisa menyakiti tanganmu sendiri” Dia berbisik kepadaku namun aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Ia meremas tanganku pelan yang bisa dengan sukses membuat lamunanku buyar entah kemana.
“I’m fine” Aku menolehkan kepalaku dengan pelan ke arahnya, dan memberikan senyum tipis yang benar-benar terpaksa sambil menarik tanganku.
***
Entah apa yang kurasakan, aku benar-benar senang pagi ini karena aku bisa satu kelas dengan Key bahkan satu bangku. Aku bisa melihatnya dalam waktu yang cukup lama, setidaknya ia disampingku meskipun hanya utuk beberapa saat.
Bel pulang berbunyi, aku segera mengemasi barangku dan bergegas menuju kelas terakhir Key yang ku ketahui dari Vally adalah kelas biology. Aku menunggu tepat di depan pintu masuk, saat aku menyadari orang yang aku tunggu melangkah tepat di depanku aku segera menarik tangannya untuk mengikutiku. Aku bisa melihat keterkejutannya dari sudut mataku tapi sudahlah yang aku butuhkan hanyalah membawanya.
“Apa yang kau lakukan? Aku ingin pulang, lepaskan tanganmu!” Ucapnya padaku. Aku tetap diam dan membukakan pintu mobilku untuknya.
“Masuklah, dan percaya semua akan baik-baik saja”
Dia menurutiku untuk masuk ke mobil, dan dengan segera aku berlari ke pintu kemudi lalu menjalankan mobil ke tempat yang sudah aku siapkan untuknya, semoga ini bisa memperbaiki semuanya. Tuhan ini benar-benar menyakitkan saat melihatnya nyata di depanku tapi ia berpura-pura tidak tau siapa aku.
Aku menghentikan mobilku tepat di samping  jembatan layang yang berada di ujung kota dan menghubungkan antara kota ke hutan lindung yang berada di sisi jembatan, bayak pepohonan di sekelilingnya dan jika kita berjalan agak ke dalam banyak sekali bunga-bungaan yang tumbuh liar namun tertata rapi, hutan ini sangat terawat. Itulah mengapa banyak sekali orang yang berpiknik kesini, meskipun ini hari kerja. Kebanyakan dari mereka membawa keluarganya tetapi ada juga yang bersama kekasihnya. Aku menyiapkan tempat di samping danau yang ada di sisi kanan hutan lindung itu, di sekeliling danau terdapat hamparan bunga lily putih dan lily kuning yang sedang bermekaran, dan di dalam danau juga terdapat teratai yang tengah berbunga, berwarna ungu indah. Lily, danau, dan warna ungu adalah hal yang ia sukai.
“Yep kita sampai” Ucapku lalu aku melepaskan tanganku yang menutupi kedua matanya saat ia turun dari mobil hingga ke tempat tujuan. Seperti biasanya dia mengoceh ingin dilepaskan, tapi akhirnya ia menyerah.
“Ap—  woah” Dia berucap lirih namun masih bisa di tangkap oleh gendang telingaku, ia terperangah melihat pemandangan di depan matanya saat ini tapi sesaat kemudian ia berpura-pura untuk menghilangkan rasa takjubnya dan bersikap dingin.
“Kenapa kau membawaku kesini? Aku benar-benar ingin pulang dan tidur kau tau?!” Ucapnya dengan nada sinis sambil melipat kedua tangannya di perut.
“Aku ingin kau mendengar semuanya dan menjawab beberapa pertanyaan lalu kita pulang” Aku menjawab dengan nada santai yang sangat di buat-buat, karena bahkan aku benar-benar sulit untuk bernafas saat ini. Menyedihkan!
“Mendengarkan apa? Sebaiknya kau cepat.” Blam! Kena kau Yair. Sekarang atau tidak sama sekali karena tak akan ada ‘lain kali’ tak akan pernah ada.
Aku meregup kedua bahunya dan mencoba berdialog dengan matanya, selalu indah dan menenangkan. “Dengar, kau salah paham tentang semuanya Key. Aku dan sandra sama sekali tak punya hubungan apapun—”
“Tap-”
“Kau hanya perlu mendengarkan aku karna aku tidak sedang bertanya” Dia lalu mengunci mulutnya rapat-rapat. “Jika kau melihat semuanya seharusnya kau tidak akan seperti ini. Aku mendorongnya setelah dia menciumku, aku marah Key. Harusnya kau tau dari dulu aku tak pernah menyukainya karena dia sering mengganggumu—” Aku menghela nafas panjang guna memenuhi pasokan udara yang benar-benar menipis dan menghilangkan rasa sesak di dadaku “Apa semuanya yang telah kita lewati tidak cukup berharga untuk kau pertahankan?  Kau tidak seperti Keyla yang ku kenal, sebelumnya kau bisa menyelesaikan masalah dengan sangat baik dan mengetahui semuanya dulu sebelum bertindak. Tapi apa ini?” Aku membasahi bibirku dan melanjutkan lagi “Kau bahkan tak mempedulikan bagaimana perasaanku, mementingkan ego-mu dan lebih percaya mulut orang lain yang sirik daripada aku. Apa aku begitu tak berharga utukmu Key? Kau membuang aku sesuka hatimu dan pergi bersama ‘teman’ lain?” Aku menekankan kata ‘teman’ dan tentu dia tau yang aku maksudkan adalah Niall. Ekspresinya berubah cepat dan tidak dapat ku artikan, dia menunduk dan kemudian yang kulihat adalah bahunya bergetar ‘apakah dia menangis?’
“Aku..ak.. maafkan aku tapi sungguh Niall hanya teman baruku, dan aku tak pernah membuangmu, kau tau aku tak akan bisa” Ucapnya dengan mata berkaca-kaca, aku merengkuh dagunya agar ia menatapku.
“Kau tak perlu meminta maaf Key, yang perlu kau ketahui adalah kau harus percaya padaku dan aku sudah menyukaimu sejak dulu kita masih sekecil ini” Ucapku sambil mengibaskan tanganku seperti menunjukkan seberapa tinggiku dulu waktu kecil. Dia tertawa namun air mata juga membasahi pipinya. Aku menariknya ke dalam pelukanku. Ini benar-benar melegakan.
“Maafkan aku” Dia berucap lirih di pelukanku.
“It’s okay, I love you Kee. Don’t did it again okay? I don’t know what would I be if you do leave me. It’s all make me crazy enough, you know?!”
“haha So?”
“Jadi, kau ini pacarku bodoh. Jagan menghindariku lagi, aku sudah mengatur ulang jadwalku agar bisa satu kelas denganmu jadi jangan coba-coba untuk lari bersama ‘temanmu’ itu lagi” Ucapku menekankan kata ‘teman’ lagi dan sedetik setelahnya aku mendapat cubitan di pinggangku.
“Rasakan itu. Kau menyebalkan”
“Kau bodoh” Ucapku kemudian setelah aku mencubit pipinya lalu berlari sembari menjulurkan lidahku. Dia mengejarku di belakang, dan jadilah kita lari-larian di taman seperti anak kecil yang baru bisa berjalan. Tapi aku bahagia karena akhirnya dia kembali, duniaku berputar lagi. Matahari dan semangatku kembali.
                             THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar