If you could envision
The meaning of a tragedy
You might be surprised to hear it’s you and me
When it comes down to it
You never made the most of it
So I cry cry cried but now I say goodbye
And I wont be made a fool of…
Don’t call this love
Siluet sinar
matahari masuk melalui celah jendela yang tak tertutupi gorden di kamar
bernuansa biru laut milik gadis yang kini masih terbaring di ranjangnya dengan
keadaan berantakan, ia mengerang pelan dan terbangun dari tidur lelapnya.
Rambutnya acak-acakan, matanya berkantung akibat menangis semalaman.
Paginya tak seindah
kemarin, tidak setelah ia melihat semuanya di ruang osis. Hal yang membuatnya
hancur berantakan, harapannya pupus. Ia telah jatuh di hati yag salah, hati
yang awalnya ia pikir hanya miliknya ternyata milik orang lain juga. Gadis itu
mendesah pelan sambil mengacak rambutnya dengan frustasi, Keyla benar-benar malas melakukan apapun pagi ini.
Ia melamun membayangkan apa yang terjadi kemarin siang di ruang osis sekolahnya
yang sudah sepi karena sekolah telah usai beberapa jam yang lalu, buku catatan
Key ketinggalan di ruangan itu saat ia menghadiri rapat bulanan osis. Ia pikir
hanya ada dia dan beberapa petugas sekolah yang masih tinggal tetapi
perkiraannya salah besar, ia mendengar kekehan halus yang sangat ia kenal dan
suara tawa gadis yang tiba-tiba hilang. Key penasaran tentang siapa orang yang ada disana, ia memberanikan diri untuk
mengintip dari pintu yang sedikit terkuak dan dalam sekejap jantungnya serasa
berhenti, hatinya terasa remuk. Sangat-sangat remuk.
Yair Tinokid
Danor, orang yang benar-benar ia cintai dan sangat ia percayai berciuman dengan
Sandra, musuh besarnya. Kakinya tiba-tiba melemas, hatinya serasa ditumpahi
ribuan beling yang seketika membuatnya terluka dan berdarah. Ia tak peduli lagi
dengan buku catatannya, yang ia fikirkan saat ini hanyalah bagaimana cara ia
keluar dari kesakitan itu. Ia berlari sekencang yang ia bisa menyusuri koridor berharap ia
bisa cepat sampai di kamarnya dan menangis sekeras-kerasnya. ‘harusnya aku tau
aku tak pantas untuknya’. Bahunya bergetar membayangkan kenyataan itu, air
matanya jatuh bebas melalui pipi mulusnya, ia menangis. Lagi.
Gadis itu masih
menangis sampai ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk, awalnya ia
tak berminat mengangkat telepon itu, tapi suaranya benar-benar mengganggu.
Akhirnya ia bangkit dan melihat nama ‘Valentine’ di layar ponselnya, ia menekan
slide dengan satu gerakan dan mulai terdengar suara cerewet di sebrang sana
“Key apa kau gila, lihat ini sudah hampir pukul setengah delapan. Kelas akan di
mulai 15menit lagi tapi kenapa kau tak juga menampakkan batang hidungmu di
kelas ini. Oh God bayang---“ suara Valent terputus oleh decakan Key yang kesal
dengan ulah sahabatnya ini “Valentine Mc.Pattie bisakah kau diam. Aku sakit,
tolong izinkan aku kepada guru piket dan jangan ganggu aku dulu, aku ingin
istirahat. Bye” jawab Key dengan cepat menutup teleponnya sebelum Vally
mengoceh lebih panjang lagi, ya Key lebih suka memanggil gadis itu dengan
sebutan ‘Vally’ karena menurutnya itu lebih mudah.
***
Valentine berdecak
kesal karena Key semena-mena mematikan teleponnya begitu saja dan tak
membiarkan dirinya untuk berbicara terlebih dahulu. “holy shit” gadis itu
mengumpat pelan sebelum duduk di bangkunya dengan kesal dan menghempaskan
tasnya di meja begitu saja.
Bel pulang
berbunyi dengan nyaring yag seketika membuat seisi kelas berteriak riuh
‘akhirnya penyiksaan ini berakhir’ batin Valentine, ini jam terakhir yang
membosankan dengan pelajaran matematika yang ia bahkan tak mengerti apa gunanya
sin, cos, tan, dan logaritma. ‘Kupikir kita tidak perlu
membayar suatu belanjaan dengan menghitung berapa Cos α terlebih dahulu, itu
haya akan membuat semuanya semakin rumit’
Valentine
mengemasi buku-bukunya dan berlalu keluar kelas dengan langkah yang lebar, ia
akan menjenguk Key kerumahnya siang ini, awalnya ia akan mengajak Yair tapi ia
mengurungkan niatnya karena ia berfikir bahwa Yair pasti sudah ada di rumah Key
dan menyuapinya bubur saat ini “Ah itu
membuatku iri, tahukah kau Key” ia bergumam pelan menanggapi spekulasi yang di
hasilkan oleh kepalanya sendiri.
Sesampainya di
rumah Key ia berbincang sebentar dengan mama-nya Key dan beranjak naik ke kamar
Key berada. Ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu dan mendapati Key melamun,
namun ia tersentak pelan ketika melihat Valentine masuk.
“Hey apa yang
terjadi Key, kurasa kau benar-benar… buruk” tanpa pikir panjang Valetine
langsung duduk di sisi ranjang dimana Keyla duduk. Gadis itu mendesah berat
lalu menjawab pertanyaan Valentine dengan nada bergetar, Key mengingat semuanya, kejadian itu lagi,
kejadian yang terus berputar di otaknya dan membuatnya terlihat sangat lemah sekalipun dia adalah gadis yang
kuat dan periang. Key menjelaskan semuanya, semua hal yang ia lihat dan semua
yang ia rasakan. Air matanya jatuh bebas dan menetes ke bedcover yang Key
duduki. Ia tak bisa menanggung beban ini sendiri, terlalu berat. Sakit.
“Apa salahku sehingga
orang yang benar-benar aku sayangi bermain di belakangku, bahkan dengan musuh
bebuyutanku sendiri. Bagaimana bisa? Tuhan aku tau engkau maha adil.. tapi…
bisakah kau sisakan sedikit saja kebahagiaan untukku? Cukup dengan semua ini,
aku sudah banyak kehilangan orang yang aku sayang, Dad, Pamella, dan sekarang
apa? Kenapa harus dia, kenapa Tuhan.”
Keyla bergumam lagi. Kali ini Valentine memeluknya dengan erat, membuatnya
lebih merasa tenang.
“Tak apa Key,
mungkin dia bukan untukmu, Tuhan sudah siapkan yang lebih baik. Yair brengsek,
bisa-bisanya ia melaluka hal itu. Lihat saja dia pasti akan menyesal melakukan
semua itu padamu Key. Yang kau butuhkan hanyalah tetap berdiri dan lebih kuat
lagi, jangan terlihat lemah seperti ini.
Dia akan senang jika kau terlihat
menderita karenanya. Kau kuat Key, kau hebat. Tunjukkan itu, dimana Keyla
Anastasia Maxwell yang aku kenal ? kau selalu memberiku wejangan layaknya
pertapa tua yang dipenuhi dengan kata-kata bijak di dalam otaknya. Lalu kenapa
kau seperti ini. Ternyata aku benar-benar bodoh mendengarkan kata-kata bijakmu yang
asal itu.” Valentine menyemangati Keyla
sembari mengelus rambut Key yang berantakan, nyatanya Valentine sedikit
membantu karena Key terkekeh ketika mendengar akhir dari ucapan sahabatnya itu.
“heey jangan
meledekku Vally, kata-kata itu memang benar. Nyatanya kau percaya dan itu
membuatmu lebih baik” Sahut Key sambil menonjok pelan bahu Valentine pelan.
Akhirnya Key tersenyum –lagi- “tapi ngomong-ngomong terimakasih Vall, jika kau
tak disini mungkin aku masih menangis bodoh. Kau benar, aku kuat dan itu tak akan
membuatku jatuh. Aku memang mencintainya tapi untung saja Tuhan tunjukkan
semuanya.” Lanjut Key lagi.
“Tak apa Key,
sama-sama. Kau juga selalu ada untukku saat aku sedih, jadi itulah gunanya
sahabat” Jawab Valentine sambil terseyum manis, mereka berpelukan lagi.
***
When
did you decide I didn’t have enough to buy
Forgive and forget you a thousand times
For the fire and the sleepless nights
And I wont be made a fool of…
Don’t call this love
Forgive and forget you a thousand times
For the fire and the sleepless nights
And I wont be made a fool of…
Don’t call this love
Paginya aku
berangkat ke sekolah seperti biasa, setidaknya aku bisa sedikit lupa tentang
sedihku karena Vally, Yair beberapa kali mengirimiku pesan singkat semalam
namun tak aku gubris. Aku lebih memilih tidur daripada memikirkannya lagi, aku
sudah sangat berniat untuk membuag semua kenangan tentang laki-laki menyebalkan
itu.
Aku duduk di
bench taman belakang sekolah sambil membawa jus tomat dan beberapa snack,
setidaknya suasana disini lebih baik daripada
mendengarkan suara kelas yang gaduh akibat beberapa jam lalu dan
kedepannya akan kosong karena ada rapat guru. Aku menghela nafas berat saat
mengingat biasanya aku disini akan menghabiskan waktu istirahat ataupun jam
kosong bersama Yair. ‘semua sudah berakhir Key, lupakan dia. Dia tak berguna’
aku menyentakkan kepalaku agar tak mengingatnya lagi. Tapi tepukan di bahuku
terlalu menarik untuk membuatku tidak menoleh untuk mengetahui siapa orang yang
telah melakukannya.
“Yair” gumamku
pelan setelah melihat siapa orang yang menepukku. Jantungku berdetak lebih
cepat, aku membeku di tempatku. Entahlah, separuh hatiku membencinya tapi
bagian yang lain meronta untuk tetap menyayanginya. Gejolak ini membuatku
benar-benar bingung dan pucat.
“Kenapa tak
balas pesanku nona manis?” Yair mencium pipiku dengan kilat dan
merangkulku dari samping. Aku
duduk berdua sekarang.
Aku menegang
setelah Yair menciumku dan kini laki-laki itu merangkulku ‘hah apa lagi ini’
aku membatin dengan kesal, benar-benar menyebalkan. Bisa-bisanya dia seperti
ini setelah semua yang dia lakukan, Tuhan haruskah aku memukulnya untuk
membuatnya sadar. Aku berdecak kesal lalu melepaskan pelukan Yair yang ada di
pundakku, kini emosiku berubah. Hah aku baru sadar ternyata aku benar-benar
labil.
“untuk apa kau
kesini, dan kenapa kau menciumku seperti itu. Beraninya kau” omelku dengan
ketus, entah kenapa raut mukanya langsung berubah shock. Apa-apaan ini.
“hey kau ini
kenapa sayang? Apa kau sedang dapat jatah bulanan sampai kau marah-marah
seperti ini?” tanyanya dengan belagak bodoh.
“hah kau
membuatku muak” jawabku yang langsung
berdiri hendak pergi meninggalkannya, namun terlambat tangan Yair sudah lebih
dulu menahanku.
“ada apa? Aku
tak mengerti, kenapa kau seperti ini? Kumohon, jelaskan!” pintanya dengan nada
tegas yang memerintah.
“lelucon bodoh
apa ini? Kau benar-benar membuatku muak Mr. Danor. Sekarang lepaskan aku, dan
buang jauh-jauh muka sok polosmu itu. Aku yakin kau mengerti apa alasan aku
begini. Dan mungkin lebih baik semua ini di akhiri.” Aku menyentakkan tanganku
dan muali berjalan meninggalkannya.
Aku baru akan
sampai di dekat danau sisi taman yang sekaligus merupakan jalan yang harus ku
lewati untuk menuju pintu masuk ke sekolah, tapi langkahku terhenti karena ada
yang memelukku dari belakang. ‘lily’ ya aku kenal aroma ini, sangat
mengenalnya. Yair.
“apa maksudmu
Key, kumohon jangan seperti ini. Sungguh ini tidak lucu” ucap Yair di bahuku
“Aku sedang
tidak melucu, lebih baik lepaskan aku dan pergilah dengan gadismu yang lain.
Mungkin mereka sedang menunggumu dengan
cemas karena kau tak juga datang ke pelukan mereka. Tentu saja kau tak membutuhkan
gadis bodoh dan jelek seperti aku. Aku tahu dan sadar tentang itu. Aku
sepenuhnya tahu diri siapa kau dan siapa aku. Kau ketua osis di sekolah ini,
dan lihat siapa aku? Kau populer sedangkan aku hanyalah kutu buku. Lupakan aku,
lupakan semuanya, ini semua berakhir. Dan semoga kau bahagia bersama
Sandra” aku mengungkapkan semua hal yang
ada di otakku dengan lancar tetapi suaraku serak, aku harus segera pergi
sebelum air mata sialan itu jatuh lagi dan dia melihatnya. Tuhan sejujurnya ini
menyakitkan.
***
Aku terpaku di
tempatku, Key melepaskan tanganku yang melingkar di perutnya dengan keras dan
langsung berlalu pergi. Entah kenapa hatiku benar-benar sakit, seperti ada
ribuan jarum yang menusuknya dengan keras. Tuhan aku tak pernah menginginkan
perpisahan ini, aku bahkan tidak tahu kenapa
dia sampai memutuskan aku secara sepihak begini. Aku benar-benar tak mau
melepaskannya, bahkan membayangkan ini saja aku takut.
Ini mimpi buruk, Tuhan bangunkan aku sakarang.
Aku tak bisa. Kakiku melemas seperti tulang-tulangnya lolos dan aku bahkan tak
mampu menahan badanku sendiri. Aku terduduk di samping danau dimana ia
mengakhiri hubungan kami, ya hubunganku dengan Keyla.
Tak sadar air
mataku menetes membasahi pipiku. Dad selalu memberitahuku sewaktu aku menangis saat
kecil karena terjatuh “l aki-laki tak boleh menangis nak,
kau tak boleh cengeng’. Tapi aku menangis saat ini, aku sadar sekarang.
Ternyata duniaku berpusat padanya sepenuhnya. Dan sekarang aku kehilangan
duniaku, aku tak tahu harus apa. Bebanku benar-benar berat kali ini dad,
maafkan aku jika aku menangis. Aku ingin berhenti namun entah kenapa cairan itu
keluar sendiri.
Ini sudah
terhitung 5 hari setelah perpisahan itu, aku selalu menelponnya dan
mengiriminya pesan namun tak ada satupun yang terjawab. Bahkan aku tak pernah
melihatnya meskipun aku tahu dia masuk ke sekolah. Setiap kali aku bertanya ke
Vally tentang Key, ia selalu menjawab dengan ketus dan tak memberitahuku
sedikitpun tentangnya. Aku mengacak rambutku dengan frustasi karena tak juga menemukannya.
Aku memutuskan
untuk duduk di bench taman belakang sekolah karena aku tak tahu harus
menemukannya di mana lagi. Aku masih
asik berkutat dengan lamunanku sebelum mataku tertuju pada satu hal yang
ampuh membuatku lebih hancur lagi.
Itu Key, dia sedang berjalan dengan laki-laki
berambut pirang dan bermata biru cerah. Niall, ya aku mengenalnya, dia Niall
Horan teman se kelas Key yang cukup pintar dan dekat dengannya, aku sering
bertemu dengannya jika sedang mengantar Key ke perpustakaan. Apakah itu yang
membuat Key memilih lepas dariku apa
karena laki-laki itu? Tapi kenapa? Aku mengenal betul bagaimana Keyla, sangat
mengenalnya. Ia tak mungkin melakukan hal itu.
Tapi kenyataan di depanku telah membuktikan
semuanya. Apalagi melihat Key bisa tertawa dan terlihat nyaman bersamanya.
Duniaku
benar-benar runtuh sekarang.
***
Ya ini hari ke 5
setelah semuanya benar-benar berakhir, setelah aku mengakhirinya. Aku ingin
melupakannya, namun entah kenapa semakin keras aku melupakannya, semakin keras
itu pula aku tak bisa melakukannya. Bahkan kini aku merindukannya, merindukan
pelukannya, merindukan bagaimana dia tertawa, merindukan bagaimana ia mencium
pipiku dan membuat wajahku seperti tomat, dan aku rindu…aku…. Aku merindukan
semuanya. Tuhan, kenapa ini?
Dan selama 5
hari ini aku menghindarinya, sepenuhnya menghindarinya. Karena aku tidak
sanggup melihat mata itu lagi, mata yang selalu menatapku dengan lembut dan
penuh sayang. Yang terakhir kali kulihat, mata itu menatapku sendu dan
berkaca-kaca. Terakhir kali saat aku memutuskan semuanya. Entah dia terluka
atau justru bahagia.
Dia sering
menelpon dan mengirimiku pesan namun tak pernah ku jawab, tahukah kau itu hanya
membuatku semakin merindukanmu, itu bisa membuatku gagal untuk melupakanmu
bodoh.
Aku selalu ke
perpustakaan karena aku bisa merasa lebih tenang, aku tak bisa lagi kesana,
tepatya tak sanggup karena taman itu kini terlihat menyakitkan untukku.
Kadang aku
membaca buku atau melihat-lihat saja, selalu ada Niall juga disana. Aku
mengobrol dan banyak bercerita tentang novel-novel bagus yang pernah ku baca
atau tentang pelajaran yang sangat ku sukai hingga yang sangat ku benci.
Laki-laki itu membuatku nyaman, kadang aku bisa sedikit lupa tentang luka itu
dan bisa kembali tertawa. Dia orang ke dua setelah Vally yang bisa membuatku
bergembira, dan merupakan laki-laki pertama yang bisa melakukan itu. Entah kenapa
setelah perpisahan itu, aku seolah lupa bagaimana rasanya bahagia dan bagaimana
caranya tertawa.
Senyumnya selalu menjadi embun penyejuk pengobat
luka saat aku sedih. Tapi kini malah dia yang membuatku terluka, jika bahkan
dia satu-satunya obat yang ku butuhkan, apakah aku tak akan bisa sembuh Tuhan?
Aku mencoba
membuka hatiku untuk orang lain, errmm Niall tepatnya. Tapi bayangan Yair tak
pernah lepas dari otakku, setiap hal yang ku kerjakan pada akhirnya aku hanya
akan mengingat dia. Aku sadar dia pusat duniaku. Dan sekarang aku akan mencoba
untuk mengalihkannya meskipun itu sulit.
“Hey apa yang
kau lakukan baby girl?” Niall menepuk bahuku yang sontak membuatku kaget “wow
kau kaget rupanya, maafkan aku” lanjutnya lagi.
“ehmm tak apa,
aku hanya…aku.. tidak jadi” jawabku dengan ragu dan terbata
“kau ini kenapa
sih? Kau bisa bercerita jika kau mau Key. Aku akan siap mendengarkannya” ucap
Niall lagi, aku baru akan membuka mulutku untuk berbicara tetapi aku
mengurungkannya kembali saat aku melihat di seberang sana ada seseorang yang
sangat kurindukan, seseorang yang baru saja aku fikirkan. Yair. Caranya
melihatku berbeda, dia… kesakitan. Aku baru akan berdiri dan beranjak pergi
tetapi dia lebih dulu sampai di hadapanku dan menggenggam tanganku, refleks aku
berdiri saat ia menarik tanganku.
“aku pinjam dia
sebentar, boy” ucapnya pada Niall dan langsung membawaku pergi.
Aku masuk ke
mobilnya setelah ia membukakan pintu untukku, tangannya masih memegang tanganku
itulah kenapa aku tidak lari walaupun sejujurnya aku sangat-sangat ingin
melakukannya. Dia langsung masuk dan duduk di kursi kemudi, dia menjalankan
mobilnya dengan pelan dan tenang. Tak ada percakapan di antara kami, aku hanya
sibuk menatapi pemandangan di luar jendela dan sibuk dengan fikiranku sendiri
dan dia juga sibuk mengemudikan mobil. For the God shake, ini adalah hal yang
paling membuatku canggung selama aku hidup.
***
Entah apa yang
aku fikirkan hingga aku bisa menariknya menjauh dari Niall, aku benar-benar
kehabisan akal. Aku ingin semua ini jelas.
Aku membukakan
pintu mobilku dan secara otomatis dia masuk, aku menutup pintunya dan berlari
kecil menuju pintu kemudi. Aku melajukan mobilku menuju hutan kecil di pinggir
kota yag indah dan cukup terawat, disana tempat pertamakali aku mengucapkan
perasaanku pada Key dulu dan tempat itu selalu menjadi kenangan untuk aku dan
Key. Meskipun taman belakang sekolah
juga menyenangkan tapi entah kenapa tempat itu begitu menyakitkan untukku
sekarang, setelah semua itu.
Akhirnya kita
sampai, aku menepikan mobilku dan memarkirkannya di tempat yang aman. Aku
membukakan pintu untuknya lalu menariknya dengan pelan ke bawah pohon oak yang
tepat berada di sisi sungai kecil, airnya sangat jernih, berwarna biru cerah
akibat pantulan langit yang ada di atasnya dan ada beberapa batu yang cukup besar di sungai itu, jadi kita bisa duduk di atasnya
dan merendamkan kaki ke sungai, well itu adalah hal yang sering ku lakukan
bersamanya, hatiku kembali terasa nyeri mengingat semua itu. Sejujurnya aku
takut jika kesimpulan dari semua ini nanti adalah ‘berakhir’. Aku meringis
membayangkan semua itu.
“Ayo duduk Key”
Ucapku sembari menatapnya. Mata itu, mata yang selalu ku rindukan dan tempat
satu-satunya yang bisa kusebut rumah.
“Ada apa lagi” Jawabnya
dengan ketus dan duduk dengan pelan di sampingku.
“Aku
hanya…ingin….semua ini….jelas” Ucapku ragu
Dia agak
tersentak dan entah kenapa ekspresi wajahnya seperti kesakitan, ia menggigit
bibir bawahnya dan mengerjapkan matanya sebentar lalu berbicara “Semuanya sudah
jelas, bukan?”
“Tidak, kau tak
menjelaskan apapun Key. Apakah… apakah karena laki-laki itu kau—” ucapanku
menggantung karena sejujurnya aku tak mengerti aku harus mengungkapkannya
bagaimana. Ini rumit.
Dia langsung
menoleh ketika aku mengucapkan itu, raut mukanya berubah terkejut “Apa yang kau
maksudkan Mr. Danor? Kau menuduhku selingkuh ha? Ini semua tak ada sangkut
pautnya dengan dia. Ini semua berakhir karena dirimu, karena ulahmu.” Ucapnya
dengan nada kesal
“Ulahku?” aku
mengulangi pernyataannya dengan heran, apa maksudnya ini. Dan seketika aku
mengingat dia pernah menyinggung nama Sandra, iya Sandra. Apa mungkin—
“Ya, aku hanya
mengikuti permainanmu Yair. Dan sekarang aku lelah, aku lelah berada di
sampingmu. Aku lelah selalu terluka. Aku hanya ingin berhenti dan keluar dari
permainan ini. Semuanya berakhir dan kau menang.” Dia menghela nafas panjang
seolah-olah dia benar-benar kelelahan.
“Tapi mengapa,
kau pernah menyinggung soal Sandra kan sebelumnya. Ada apa?” aku bertanya
dengan raut bingung.
“Hell, kau ini
pura-pura atau benar-benar tak mengerti sih?” sahutnya kesal
“Aku tak
mengerti, sungguh” aku merengkuh wajahnya agar ia menatapku, sungguh aku
merindukannya. Aku ingin memeluknya saat ini juga, tapi entahlah apa aku bisa.
Dia menghela
nafas sejenak “Kau dan Sandra, ya aku melihatnya Yair. Semuanya, di ruangan
Osis siang itu. Aku—” ia tidak melanjutkan kata-katanya dan nada suaranya
melemah, sebutir air mata jatuh bebas ke pipinya. Dia menangis, aku tidak
pernah suka ini.
“Sssshh jangan
menangis sayang” aku mengusap air mata yang jatuh ke pipinya dengan jempolku “Di
ruangan osis, apa maksud— oh ya Tuhan, aku ingat itu. Aku tidak melakukannya
dengan sengaja Key, dia yang menciumku duluan dan jika kau melihat semuanya kau
tak seharusnya seperti ini” jelasku
***
“Sssshh jangan
menangis sayang” dia mengusap air mata yang jatuh ke pipiku dengan jempolnya “Di
ruangan osis, apa maksud— oh ya Tuhan, aku ingat itu. Aku tidak melakukannya
dengan sengaja Key, dia yang menciumku duluan dan jika kau melihat semuanya kau
tak seharusnya seperti ini” dia menjelaskan dengan sabar
Harusnya aku tak
seperti ini jika aku melihat semuanya? Apa maksudnya,
“Maksudmu?” aku menaikkan sebelah alisku dan memberanikan diri untuk menatapnya.
“Maksudmu?” aku menaikkan sebelah alisku dan memberanikan diri untuk menatapnya.
“Aku
mendorongnya Key, aku marah. Harusnya dia tau aku kekasihmu tapi dengan
bodohnya dia menciumku—” Ada kilatan amarah di dalam matanya “Kau salah paham”
lanjutnya lagi.
“Sudahlah Za
–panggilan Key untuk Yair- mungkin sudah jalannya harus begini. Aku terlanjur
sakit. Entahlah, aku tak bisa percaya apapun lagi. Aku hanya… aku—” aku tak
bisa melanjutkan kata-kataku, tenggorokanku benar-benar serak. Aku tak bisa
lagi menahan air mata itu, aku menangis di depannya. Aku benar-benar ingin
berlari sejauh mungkin saat ini. Sungguh, melihatnya hanya membuatku semakin
sakit lagi. Aku menundukkan wajahku, bahuku bergerak naik turun karena aku
berusaha menahan tangis itu.
Dia langsung
memelukku, membuat wajahku menempel di dadanya. Aku rindu ini, pelukan ini. Air
mataku semakin tumpah dan membasahi baju seragam bagian depan Yair.
“Apa yang kau
bicarakan hah, aku sungguh… Key aku sangat mencintaimu, kumohon jangan seperti
ini. Aku tak bisa, tak akan pernah bisa” dia berucap dengan suara serak.
“Mungkin ini
sudah takdirnya, kau dan aku tak bisa jadi kita lagi” aku mendongakkan kepalaku
untuk menatapnya, dan sebutir air mata jatuh di pipi kanannya ‘kau membuatnya
menangis Key’ hati kecilku berkata.
“Kita bisa, kau
salah paham Key. Kumohon mengertilah, aku akan—” ucapannya terhenti ketika aku
mencium pipi kanannya dengan cepat. Aku hanya ingin semua ini cepat selesai, aku tak bisa berdebat lebih lama
lagi. Ini menyakitkan.
“Yair, aku sadar
siapa diriku dan siapa dirimu. Kau adalah ketua osis sekaligus kapten tim
basket sekolah sedangkan aku hanyalah gadis kutu buku biasa, gadis kecil gendut
yang hanya bisa menangis saat lollypop-ku di ambil oleh gerombolan anak nakal .
Tak seperti Sandra, dia selalu bisa melawan mereka dan terlihat kuat. Dia juga
kapten cheers serta wakil ketua osis, wakilmu—” aku masih menatapnya
“Key” dia
mendesis pelan
“Dan harusnya
dari dulu aku sadar aku tak pernah pantas untukmu, kau terlalu populer. Kau
bisa dapatkan gadis manapun yang kau mau, kau hebat, tampan, dan kau punya
segalanya. Dan aku baru sadar bahkan tak ada waktumu yang tersisa hanya untuk
sekedar bercanda denganku Za, kau tak seperti dulu—”
“Key kumohon”
dia berucap dengan nada bergetar sambil meremas baju depannya, tepat di bagian
dada.
“Kau bukan Yair
yang ku kenal, aku sudah kehilangan dirimu sejak lama. Kau sibuk dengan dirimu
dan rutinitasmu dan aku lelah harus menunggu. Aku… aku tidak sanggup berada di
sampingmu lagi Za. Aku lelah” hatiku terasa di sengat listrik bertegangan tinggi,
aku kesakitan. Aku tidak baik-baik saja sekarang. Tapi setidaknya aku sudah
lega bisa mengucapkan semua ini. Aku sadar aku akan kehilangannya, sahabat
sekaligus orang yang aku cintai selama hampir 4 tahun ini. Dia sahabatku sejak
SD dan mungkin akan berakhir saat aku SMA, saat ini.
Kami berkutat
dengan fikiran kami masing-masing sampai ada suara nyaring yang
meneriakkan nama Yair membuat kami
tersadar.
“Yair, kenapa
kau meninggalkanku di sekolah. Aku mencarimu kemana-mana sayang” jlebb,
lengkaplah sudah. Sandra bergelayut manja di lengan Yair. Benarkan, mata dan
telingaku masih normal, dia baru saja memanggil Yair dengan sebutan ‘sayang’
Aku muak,
benar-benar muak. “Oke, mungkin aku mengganggu disini. Baiklah sampai jumpa,
dan semoga harimu menyenangkan. Selamat atas semuanya” Aku berkata dengan nada
sok kuat dan ketus, sesaat setelah aku mengucapkan itu aku langsung berlari
menjauh. Air bening sialan itu kembali jatuh saat aku lari.
Samar-samar
terdengar suara Yair meneriaki namaku, tapi aku tak perduli. Yang aku inginkan
saat ini hanyalah pulang dan memeluk mom. Itu saja.
***
“Key.. Key..
Keyla” Aku berteriak mengejarnya yang berlari
menjauh, Sandra sialan itu tiba-tiba muncul saat aku baru saja ingin
meminta maaf pada Key. Dia mengacaukan semuanya, dan bertingkah seolah-olah aku
kekasihnya. Wanita itu benar-benar membuatku marah.
Jarakku dengan
Keyla sudah dekat tetapi tiba-tiba dia melambaikkan tangannya dan masuk ke
sebuah taxi berwarna kuning. Oh shit! Umpatku dalam hati. Aku berlari lagi
menuju tempatku memarkirkan mobil, oh Tuhan kenapa ini terasa jauh sekali.
Aku melajukan
mobilku dengan kencang berusaha mengejar taxi tersebut, tapi hasilnya nihil.
Aku sama sekali tak melihat taxi itu sedari tadi.
***
Why did you
feel the need to prove that everyone was right…
No I… wont fight!
No I… wont fight!
‘Kau tak perlu jelaskan apapun Za, nyatanya hatiku
terlampau sulit menerimamu lagi. Aku jelas percaya pada mataku, itu semua yang
ku lihat dan itu pula yang terjadi.’ Batinku perih. Aku kembali menyandarkan
kepalaku ke sandaran kursi malas yang ku duduki sekarang, aku menatap
pemandangan kebun belakang rumah yang indah namun tak sedikitpun membuatku
tertarik karena hanya tubuhku yang ada disini, tidak dengan fikiranku.
“aku mendorongnya
Key, aku marah. Harusnya dia tau aku kekasihmu tapi dengan bodohnya dia
menciumku, kau salah paham” kata-kata yang di
ucapkan Yair itu terus terngiang di kepalaku, membuatnya serasa ingin meledak.
God, aku ingin melupakannya tapi kenapa baru saja aku bisa tertawa, kau buat
air mata itu datang lagi. Aku sungguh lelah menangis seperti ini.
Dia hanya Yair kan? Tapi kenapa dia bisa memberi efek
pada hidupku sebesar ini? Apa karena aku telah terbiasa dengannya sejak kecil,
apa karena dia yang selalu ada dan melindungiku saat anak-anak nakal itu menggangguku?
“Arghhhh” Aku mengerang sambil menjambak rambutku sendiri
karena frustasi. Sudahlah semua sudah berlalu jangan fikirkan itu lagi Key “YOU
HAVE TO MOVE ON KEYLA” aku menyemangati diriku sendiri. Ku ayunkan kursi malas
itu sambil menghirup udara sore yang segar di kebun itu dan melihat bunga-bunga
yang di tanam tukang kebunku tumbuh dengan baik dan subur. Apalagi mawar merah
yang sedang merekah itu, aromanya sangat wangi dan kelopaknya cantik. Tiba-tiba
aku tersenyum sendiri melihat tanaman-tanaman itu sedang berbunga dan terlihat
indah, ternyata tukang kebun itu benar-benar berjasa merawat pekarangan rumahku.
Pagi ini aku berangkat bersama Vally ke sekolah, dia
menjemputku tadi karena supirku sedang mengantar Mom ke rumah Aunty Selly
pagi-pagi sekali untuk acara pelepasan putra Aunt Selly ke Jerman, sayang aku
harus sekolah.
“Eh Key, apa pendapatmu tentang Evans?” tanya Vally
tiba-tiba
“Wow girl, ada apa ini. Kenapa matamu berbinar seperti
itu menanyakan tentang Evans —aaa jangan-jangan kamu suka ya sama dia? Ngaku
dehh Vall. haha” Jawabku dengan kerlingan geli.
“Aku.. aku.. ermm well aku sedikit tertarik padanya. Kau
tau dia itu cukup menyenangkan dan juga lumayan pintar, tidak kalah dengan Mr.
Horan-mu itu” Vally tiba-tiba membalikkan perkataanku, apa maksudnya dengan
‘Horan-ku’ memangnya dia fikir aku mempunyai hubungan apa dengan Niall,
jelas-jelas dia tahu aku baru saja berkabung karena Yair.
“Hell Vall, don’t you know I’ve lost someone just now?
Did you think it’s easy to forget him and get the new ones? You’re stupid if
you think like that!” Jawabku dengan tatapan jengah.
Perdebatan bodoh itu terus berlanjut hingga kami sampai
di sekolahan, Vally baru menyerah setelah aku menonjok bahunya dan melotot
kepadanya. Dia benar-benar menyebalkan pagi ini, kami sampai di sekolah pukul
07.00 am, jadi masih ada 30 menit untuk waktu sarapan. Mom tak memasak apapun
tadi, sedangkan Vally menjemputku pagi-pagi buta. Huh perutku benar-benar
sedang demo saat ini.
Aku melangkahkan kakiku menuju Cafetaria bersama Vally,
kebetulan suasana masih pagi dan kami memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu.
Pagi ini kelas pertamaku adalah kelas seni musik, aku
duduk di bangku nomor 2 dari belakang. Aku langsung duduk dan membenamkan
kepalaku di atas meja, entah kenapa aku merasa lelah padahal tak melakukan
apapun.
Aku mendengar seseorang menghempaskan tasnya di meja
sampingku, aku tak tertarik untuk menoleh kesamping dan kembali melanjutkan
lamunanaku. Baru saja aku ingin terlelap
saat kurasakan ada tangan yang menepuk bahuku dengan lembut.
“Hei bangun Ms. Evelyn sudah datang” Suara lembut itu
menelusup ketelingaku, aku mengenal
suara ini. Ya aku mengenalnya. Sangat.
Tiba-tiba aku menegang, jantungku berdegup lebih kencang.
Sial. Semoga saja bukan Yair yang di sampingku, tapi harapanku sangatlah kecil
karena itu sudah jelas suaranya. Aku malah semakin tak berniat untuk berbalik.
Dulu memang aku suka saat aku bisa satu kelas atau bahkan satu bangku
dengannya, tapi kali ini sudah berbeda cerita. Tuhan aku lebih memilih lari
marathon 2 kali putaran daripada berada disini seperti orang bodoh selama 2 jam
kedepan. Ini benar-benar membuatku canggung.
“Ms Maxwell, apa kau baik-baik saja hmm?” Kali ini
suaranya perempuan, God Shake! Jangan bilang ini suara Ms. Evelyn, aku bisa
berakhir memalukan jika membuatnya geram. Semoga mood-nya baik hari ini tuhan.
Aku menolehkan kepalaku dengan pelan ke arah kiri, yang
pertama kulihat adalah wajah laki-laki bermbut hitam kecoklatan di sampingku,
dia melihatku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Persetan dengan itu. Aku
langsung mengalihkan pandanganku ke Ms. Evelyn, aku tersenyum kikuk kepadanya
karena sejujurnya aku bingung dengan apa yang harus ku jelaskan. Jika berterus
terang bahwa aku baru saja tidur, itu sama saja menggali liang kuburku sendiri.
“Eee….errm aku, aku baik Miss, hanya saja—” Omonganku
menggantung.
“Dia tidak sarapan pagi ini, mungkin karena itu ia
terlihat lesu” Yair memotong dengan cepat. Nah bagus, kali ini aku
berterimakasih padamu Za.
“Jadi, kau ingin melanjutkan pelajaranku atau mendapatkan
sarapan terlebih dahulu Ms. Maxwell?” Tanya Ms. Eve dengan menaikkan sebelah
alisnya.
“Sebaiknya aku ikut pelajaran saja Miss” aku menjawab
dengan cepat . Aku benar-benar lega sekarang, setidaknya aku tidak harus menyanyi
dengan lagu yang di ganti huruf vocal’nya di depan kelas. Itu sungguh
memalukan.
Hell, kenapa 2 jam terasa lama sekali. Aku benar-benar
tak tau harus apa disini. Memebeku dan berperang dengan pikiranku sendiri. Aku
benar-benar tidak tahu arggh ini menyebalkan. Tanpa sadar aku mengepalkan
tanganku hingga buku jariku memutih dan kuku jariku yang lumayan panjang
menacap kokoh pada daging telapak tanganku dan bahkan aku tak merasa kesakitan.
Pikiran bodoh ini membuatku benar-benar kesal.
“Hey apa yang kau lakukan, hentikan Key. Kau bisa
menyakiti tanganmu sendiri” Dia berbisik kepadaku namun aku bisa mendengarnya
dengan sangat jelas. Ia meremas tanganku pelan yang bisa dengan sukses membuat
lamunanku buyar entah kemana.
“I’m fine” Aku menolehkan kepalaku dengan pelan ke
arahnya, dan memberikan senyum tipis yang benar-benar terpaksa sambil menarik
tanganku.
***
Entah apa yang kurasakan, aku benar-benar senang pagi ini
karena aku bisa satu kelas dengan Key bahkan satu bangku. Aku bisa melihatnya
dalam waktu yang cukup lama, setidaknya ia disampingku meskipun hanya utuk
beberapa saat.
Bel pulang berbunyi, aku segera mengemasi barangku dan
bergegas menuju kelas terakhir Key yang ku ketahui dari Vally adalah kelas
biology. Aku menunggu tepat di depan pintu masuk, saat aku menyadari orang yang
aku tunggu melangkah tepat di depanku aku segera menarik tangannya untuk
mengikutiku. Aku bisa melihat keterkejutannya dari sudut mataku tapi sudahlah
yang aku butuhkan hanyalah membawanya.
“Apa yang kau lakukan? Aku ingin pulang, lepaskan
tanganmu!” Ucapnya padaku. Aku tetap diam dan membukakan pintu mobilku
untuknya.
“Masuklah, dan percaya semua akan baik-baik saja”
Dia menurutiku untuk masuk ke mobil, dan dengan segera
aku berlari ke pintu kemudi lalu menjalankan mobil ke tempat yang sudah aku
siapkan untuknya, semoga ini bisa memperbaiki semuanya. Tuhan ini benar-benar
menyakitkan saat melihatnya nyata di depanku tapi ia berpura-pura tidak tau
siapa aku.
Aku menghentikan mobilku tepat di samping jembatan layang yang berada di ujung kota dan
menghubungkan antara kota ke hutan lindung yang berada di sisi jembatan, bayak
pepohonan di sekelilingnya dan jika kita berjalan agak ke dalam banyak sekali
bunga-bungaan yang tumbuh liar namun tertata rapi, hutan ini sangat terawat.
Itulah mengapa banyak sekali orang yang berpiknik kesini, meskipun ini hari
kerja. Kebanyakan dari mereka membawa keluarganya tetapi ada juga yang bersama
kekasihnya. Aku menyiapkan tempat di samping danau yang ada di sisi kanan hutan
lindung itu, di sekeliling danau terdapat hamparan bunga lily putih dan lily
kuning yang sedang bermekaran, dan di dalam danau juga terdapat teratai yang
tengah berbunga, berwarna ungu indah. Lily, danau, dan warna ungu adalah hal
yang ia sukai.
“Yep kita sampai” Ucapku lalu aku melepaskan tanganku
yang menutupi kedua matanya saat ia turun dari mobil hingga ke tempat tujuan.
Seperti biasanya dia mengoceh ingin dilepaskan, tapi akhirnya ia menyerah.
“Ap— woah” Dia
berucap lirih namun masih bisa di tangkap oleh gendang telingaku, ia
terperangah melihat pemandangan di depan matanya saat ini tapi sesaat kemudian
ia berpura-pura untuk menghilangkan rasa takjubnya dan bersikap dingin.
“Kenapa kau membawaku kesini? Aku benar-benar ingin
pulang dan tidur kau tau?!” Ucapnya dengan nada sinis sambil melipat kedua
tangannya di perut.
“Aku ingin kau mendengar semuanya dan menjawab beberapa
pertanyaan lalu kita pulang” Aku menjawab dengan nada santai yang sangat di
buat-buat, karena bahkan aku benar-benar sulit untuk bernafas saat ini.
Menyedihkan!
“Mendengarkan apa? Sebaiknya kau cepat.” Blam! Kena kau
Yair. Sekarang atau tidak sama sekali karena tak akan ada ‘lain kali’ tak akan
pernah ada.
Aku meregup kedua bahunya dan mencoba berdialog dengan
matanya, selalu indah dan menenangkan. “Dengar, kau salah paham tentang
semuanya Key. Aku dan sandra sama sekali tak punya hubungan apapun—”
“Tap-”
“Kau hanya perlu mendengarkan aku karna aku tidak sedang
bertanya” Dia lalu mengunci mulutnya rapat-rapat. “Jika kau melihat semuanya seharusnya
kau tidak akan seperti ini. Aku mendorongnya setelah dia menciumku, aku marah
Key. Harusnya kau tau dari dulu aku tak pernah menyukainya karena dia sering
mengganggumu—” Aku menghela nafas panjang guna memenuhi pasokan udara yang
benar-benar menipis dan menghilangkan rasa sesak di dadaku “Apa semuanya yang
telah kita lewati tidak cukup berharga untuk kau pertahankan? Kau tidak seperti Keyla yang ku kenal,
sebelumnya kau bisa menyelesaikan masalah dengan sangat baik dan mengetahui
semuanya dulu sebelum bertindak. Tapi apa ini?” Aku membasahi bibirku dan
melanjutkan lagi “Kau bahkan tak mempedulikan bagaimana perasaanku,
mementingkan ego-mu dan lebih percaya mulut orang lain yang sirik daripada aku.
Apa aku begitu tak berharga utukmu Key? Kau membuang aku sesuka hatimu dan
pergi bersama ‘teman’ lain?” Aku menekankan kata ‘teman’ dan tentu dia tau yang
aku maksudkan adalah Niall. Ekspresinya berubah cepat dan tidak dapat ku
artikan, dia menunduk dan kemudian yang kulihat adalah bahunya bergetar ‘apakah
dia menangis?’
“Aku..ak.. maafkan aku tapi sungguh Niall hanya teman
baruku, dan aku tak pernah membuangmu, kau tau aku tak akan bisa” Ucapnya
dengan mata berkaca-kaca, aku merengkuh dagunya agar ia menatapku.
“Kau tak perlu meminta maaf Key, yang perlu kau ketahui
adalah kau harus percaya padaku dan aku sudah menyukaimu sejak dulu kita masih
sekecil ini” Ucapku sambil mengibaskan tanganku seperti menunjukkan seberapa
tinggiku dulu waktu kecil. Dia tertawa namun air mata juga membasahi pipinya.
Aku menariknya ke dalam pelukanku. Ini benar-benar melegakan.
“Maafkan aku” Dia berucap lirih di pelukanku.
“It’s okay, I love you Kee. Don’t did it again okay? I
don’t know what would I be if you do leave me. It’s all make me crazy enough,
you know?!”
“haha So?”
“Jadi, kau ini pacarku bodoh. Jagan menghindariku lagi,
aku sudah mengatur ulang jadwalku agar bisa satu kelas denganmu jadi jangan
coba-coba untuk lari bersama ‘temanmu’ itu lagi” Ucapku menekankan kata ‘teman’
lagi dan sedetik setelahnya aku mendapat cubitan di pinggangku.
“Rasakan itu. Kau menyebalkan”
“Kau bodoh” Ucapku kemudian setelah aku mencubit pipinya
lalu berlari sembari menjulurkan lidahku. Dia mengejarku di belakang, dan
jadilah kita lari-larian di taman seperti anak kecil yang baru bisa berjalan.
Tapi aku bahagia karena akhirnya dia kembali, duniaku berputar lagi. Matahari
dan semangatku kembali.
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar